BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kebanyakan
orang beranggapan salah bahwa kalimat adalah satuan gramatikal terbesar dalam
hirearki kebahasaan. Kalimat ternyata
hanyalah unsur pembentuk satuan bahasa yang lebih besar yang disebut wacana.
Tingkatan dalam hierarki
kebahasaan adalah morfem, kata, kalimat, paragraf, wacana. Dalam tingkatan ini
wacana adalah tingkatan tertinggi, seperti yang diketahui bila ditinjau dari
segi ukuran urutan tersebut adalah dari kecil ke ukuran paling besar. Secara tidak langsung bisa
diambil kesimpulan bahwa wacana adalah satuan yang paling besar.
Pembahasan
wacana berkaitan erat dengan pembahasan keterampilan berbahasa terutama
keterampilan berbahasa yang bersifat produktif , yaitu berbicara dan menulis.
Baik wacana maupun keterampilan berbahasa, sama-sama menggunakan bahasa sebagai
alat komunikasi. Wacana berkaitan dengan unsur intralinguistik (internal
bahasa) dan unsur ekstralinguistik (eksternal bahasa).
Untuk
mengenal lebih lanjut
tentang wacana maka kami akan membahas lebih
jelas lagi tentang pengertian wacana, jenis-jenis
wacana, dan alat wacana.
B.
Tujuan Pembahasan
1.
Untuk mengetahui pengertian wacana.
2.
Untuk mengetahui alat wacana.
3.
Untuk mengetahui jenis-jenis wacana..
4.
Untuk mengetahui ciri-ciri wacana.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian wacana
Dalam praktek
berbahasa ternyata kalimat bukanlah satuan sintaksis terbesar seperti banyak
orang menduganya selama ini. kalimat ternyata hanyalah unsur pembentuk satuan
bahasa yang lebih besar yang disebut wacana. Bukti bahwa kalimat bukan satuan
terbesar dalam sintaksis banyak kita jumpai kalimat yang jika kita pisahkan
dari kalimat-kalimat yang ada di sekitarnya maka kalimat itu menjadi satuan
yang tidak mandiri. Tidak dapat dipahami apabila kalimat tersebut berdiri
sendiri.
Analisa wacana
yang dalam bahasa Inggris disebut text
linguistics adalah analisa yang menentukan hubungan-hubungan yang terdapat
antara kalimat-kalimat utuh dalam suatu teks yang utuh[1].
Banyak berbagai
definisi
dari wacana, menurut Abdul Chaer wacana adalah satuan bahasa yang lengkap
sehingga dalam hierarki
gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar[2]. Sebagai
satuan bahasa yang lengkap maka dalam wacana terdapat konsep, gagasan, pikiran,
ide yang utuh yang bisa dipahami oleh pembaca. Menurut Tarigan (dalam
Djajasudarma, 1994:5), wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi
atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi
tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata.
Lebih lanjut, Syamsuddin (1992:5) menjelaskan pengertian wacana sebagai
rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal
(subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam satu kesatuan yang
koheren[3].
Jadi, dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan wacana adalah satuan bahasa terbesar
yang disajikan secara teratur sehingga dapat membentuk suatu makna yang dapat
dipahami.
B.
Alat wacana
Wacana yang
baik adalah apabila wacana tersebut kohesif dan koheren. Kohesif merupakan keserasian hubungan
unsur-unsur dalam wacana, sedangkan koheren merupakan kepaduan wacana sehingga
komunikatif mengandung satu ide.[4]
Untuk dapat
membuat sebuah wacana yang baik dapat digunakan alat wacana. Alat dalam wacana
dapat dibedakan menjadi gramatikal dan semantik. Berikut ini penjelasannya:
Alat-alat
gramatikal yang dapat digunakan untuk membuat sebuah wacana, sebagai berikut[5]:
1.
Konjungsi, yakni alat untuk menghubungkan bagian-bagian kalimat
atau menghubungkan antara paragraf-paragraf.
Contoh: Raja sakit dan permaisuri meninggal.
“dan” termasuk konjungsi dalam kalimat tersebut.
2.
Menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini dan itu.
Contoh: Anak itu terpeleset, lalu jatuh ke sungai.
Beberapa orang yang lewat mencoba menolongnya.
“nya” adalah kata ganti dari anak.
3.
Menggunakan elipsis, yaitu penghilangan bagian kalimat yang sama
yang terdapat pada kalimat yang lain. dengan elipsis maka wacana tersebut akan
menjadi lebih efektif.
Contoh: Teman saya yang duduk di pojok itu namanya
Ali, dia berasal
dari Yogyakarta. Yang di ujung sana Ahmad dari Jakarta.
Yang
di sebelah gadis yang berbaju merah itu Nurdin dari
Medan.
Kata “yang” merupakan ellipsis dari kata “teman saya”.
Sedangkan alat-alat
semantik yang bisa digunakan untuk membuat sebuah wacana yang kohesif dan
koheren sebagai berikut:
1.
Menggunakan hubungan pertentangan pada kedua bagian kalimat yang
terdapat dalam wacana tersebut.
Contoh: Saya datang, anda pergi. Saya hadir, anda
absen. Maka,
mana mungkin kita bisa bicara.
2.
Menggunakan hubungan perbandingan antara isi kedua bagian kalimat
dalam satu wacana.
Contoh: Dengan cepat disambarnya tas wanita pejalan
kaki itu.
Bagai elang menyambar anak ayam.
3.
Menggunakan hubungan sebab-akibat.
Contoh: Dia malas, dan sering sekali bolos sekolah.
Wajarlah kalau
tidak naik kelas.
4.
Menggunakan hubungan tujuan di dalam
isi sebuah wacana.
Contoh: Semua anknya disekolahkan. Agar kelak tidak
seperti
dirinya.
5.
Menggunakan hubungan rujukan yang sama pada bagian kalimat atau
pada dua kalimat dalam satu wacana.
Contoh: Becak sudah tidak ada lagi di Jakarta.
Kendaraan roda tiga
itu
sering dituduh memacetkan lalu lintas.
C.
Jenis wacana
Terdapat
berbagai jenis wacana menurut sudut pandang masing-masing dari mana wacana itu
dilihat. Dilihat dari segi eksistensinya, wacana
dibagi menjadi 2 yakni:
1.
Wacana Verbal(language exist)
Yaitu
wacana dengan kelengkapan struktural bahasa. Biasanya mengacu pada struktur apa
adanya.[6]
2.
Wacana Nonverbal(language likes)
Yaitu wacana yang berupa rangkaian isyarat atau tanda-tanda yang
bermakna atau dapat dikatakan bahasa isyarat.[7]
Wacana nonbahasa yang berupa isyarat, berupa:
a. Isyarat
dengan gerak-gerik sekitar kepala atau muka, meliputi:
1. Gerakan mata
-
Melotot, bermakna marah atau menyuruh pergi.
-
Berkedip, bermakna setuju dengan keputusan yang
dibentuk,dll.
2. Gerakan bibir
-
Senyum
-
Tertawa
-
Meringis
3. Gerakan kepala
-
Mengangguk
-
Menggeleng
4. Perubahan raut muka
-
Mengerutkan kening
-
Bermuka masam
-
Bermuka manis
b. Tanda-tanda bahasa yang bermakna, berupa:
1. Tanda-tanda rambu-rambu lalu lintas
-
Merah, menandakan berhenti
-
Kuning, menandakan siap untuk maju
-
Hijau, menandakan boleh maju
2. Tanda-tanda di luar rambu-rambu lalu lintas
-
Kentongan, bermakna menandakan ada bahaya
Dilihat dari media komunikasinya, wacana
dibagi menjadi 2 yakni:
1. Wacana Lisan[8]
Sebagai media komunikasi, wacana lisan
dapat berwujud berupa:
a. Sebuah percakapan atau dialog yang lengkap
dari awal sampai akhir. Misalnya: Obrolan di warung kopi.
b. Satu penggalan ikatan percakapan
Misalnya:
Ica
: ………………………………………
Ania : “Apakah kau punya korek?”
Rudi : “Tertinggal di ruang makan tadi
pagi.”
2. Wacana Tulis
Sebagai media komunikasi, wacana tulis
dapat berwujud berupa:
a. Sebuah teks atau bahan tertulis yang
dibentuk oleh lebih dari satu alinea. Misalnya: sekelumit cerita, sepucuk surat
dll.
b. Sebuah alinea
c. Sebuah wacana
Dilihat dari pemaparannya, wacana dibagi
menjadi 6 yakni:
1.
Wacana Naratif
adalah rangkaian tuturan yang menceritakan atau
menyajikan hal atau kejadian melalui penonjolan pelaku.[9]
Isi wacana ditujuka untuk memperluas pengetahuan pendengar atau pembaca.
Kekuatan wacana ini terletak pada urutan cerita berdasarkan waktu, cara-cara
bercerita serta alur atau plot.
Contoh:
………………………………………………………………….
Si separoh menghaturkan sembah, lalu
menyahut: “Hamba sudah menghadap sang Matahari untuk meminta keadilan, supaya
tubuh hamba lengkap seperti manusia-manusia lain. Tetapi sang Matahari menyuruh
hamba menghadap sang Mendung, karena menurut pendapat sang Matahari, sang
Mendung lebih berkuasa daripadanya. Karena itu, hamba menghadap kemari dengan
harapan mudah-mudahan gusti berkenan untuk melengkapkan tubuh hamba yang
berbeda dengan manusia lain.”
………………………………………………………………….
Kini ia tidak malu lagi bertemu dengan
manusia-manusia lai, karena tubuhnya sudah sempurna, sma dengan orang lain.
Tentu nama separoh pun tidak sesuai pula dengan kenyataannya. Tetapi untuk
mengenang pengalamannya yang luar biasa itu, orang-orang masih menyebutnya
dengan nama itu.
(Si Separoh
Mencari Tuhan)
2.
Wacana Prosedural
adalah sebuah wacana yang berupa rangkaian
tuturan yang melukiskan sesuatu secara berurutan dan secara kronologis.[10]
Wacana prosedural ini disusun untuk menjawab pertanyaan bagaimana suatu
peristiwa atau pekerjaan dilakukan atau dialami, atau bagaimana cara
mengerjakan atau menghasilkan sesuatu.
Contoh:
Cara Merawat Uang Anda
Simpan uang Anda melalui deposito keluarga.
Hati Anda pasti berbunga-bunga. Jenis-jenis bunga didapat dengan cara:
a. Berbunga-bunga keuntungan
b. Penuh bunga fleksibilitas
c. Berbunga-bunga kemudahan
d. Jaminan asuransi ‘plus’siap dipetik
e. Fisibilitas kredit hingga 95%
Perhatikan:
a. Jangan menyimpan uang di sembarang Bank
b. Bukopin mengabdi demi kemajuan bangsa
c. Segera dapatkan jenis-jenis bunga demi uang
Anda!
3.
Wacana Hortatori
adalah wacana yang berisi ajakan atau
nasehat. Wacana tersebut dapat berupa ekspresi yang memperkuat keputusan untuk
lebih meyakinkan.[11]
Wacana ini tidak disusun berupa urutan waktu, tetapi merupakan hasil. Wacana
ini digunakan untuk mempengaruhi pendengar atau pembaca agar terpikat akan suatu pendapat yang dikemukakan. Isi wacana
selalu berusaha untuk memiliki suatu pengikut atau penganut, atau paling tidak
menyetujui pendapat yang dikemukakannya itu, kemudian terdorong untuk melakukan
atau mengalaminya. Contoh wacana hortatori pada khotbah, pidato tentang politik
dll.
4.
Wacana Ekspositori
adalah wacana yang menjelaskan sesuatu.
Biasanya berisi pendapat atau simpulan dari sebuah pandangan.[12]
Wacana ini dapat berupa rangkaian tuturan yang menjelaskan atau memaparkan
sesuatu . Isi wacana lebih menjelaskan dengan cara bagian-bagian pokok pikiran.
Tujuan yang ingin dicapai melalui wacana ini adalah tercapainya tingkat
pemahaman akan sesuatu.
Contoh:
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT
dengan tercapainya cita-cita mulia ini. Dengan rasa bangga dan gembira kita
menerima anugerah ini. Semoga dengan dukungan dan dorongan orang tua kita,
semakin berlimpah rahmat dan anugerah Allah SWT. Dorongan orang tua kita dapat
dijadikan modal dan bekal hidup kita dalam menempuh bahtera kehidupan yang
penuh dengan tantangan dan harapan keberhasilan.
5.
Wacana Deskriptif
adalah wacana berupa rangkaian tuturan yang
memaparkan sesuatu atau melukiskan sesuatu, baik berdasarkan pengalaman maupun
pengetahuan penuturnya.[13]
Wacana ini biasanya bertujuan mencapai
penghayatan yang imajinatif terhadap sesuatu sehingga pendengar atau pembaca
seolah-olah merasakan atau mengalami secara langsung.
Wacana ini, ada yang hanya memaparkan
secara obyektif dan ada pula yang memaparkan secara imajinatif. Pemaparan yang
obyektif bersifat menginformasikan sebagaimana adanya. Sedangkan pemaparan yang
imajinatif bersifat menambahkan daya khayal.
Contoh:
Pemandangan di dalam rumah itu begitu
mengagumkan, benda-benda antik menghiasi ruangan tersebut. Di uka tampak sebuah jambangan bunga dengan
warna merah darah. Meyakinkan pula bahwa yang punya suka warna merah dari
hiasan ruangan yang warna dominannya merah. Sejak SMA gadis penghuni rumah itu
telah berganti-ganti pacar, dengan cara yang sama ia menjatuhkan cintanya
kepada laki-laki yang “dikontrak” untuk berasyik-masyuk sampai bosan menuruti
emosinya. Begitulah gadis yang bernama Naynay mengobral emosi dengan
berganti-ganti kontrak.
6.
Wacana argumentasi
wacana argumentasi ialah karangan yang berisi pendapat, sikap, atau penilaian terhadap suatu hal yang disertai dengan alasan, bukti-bukti, dan pernyataan-pernyataan yang logis.[14]Tujuan karangan argumentasi adalah berusaha meyakinkan pembaca akan kebenaran pendapat pengarang. Wacana ini bersifat memberi argumen atau alasan terhadap suatu hal.
wacana argumentasi ialah karangan yang berisi pendapat, sikap, atau penilaian terhadap suatu hal yang disertai dengan alasan, bukti-bukti, dan pernyataan-pernyataan yang logis.[14]Tujuan karangan argumentasi adalah berusaha meyakinkan pembaca akan kebenaran pendapat pengarang. Wacana ini bersifat memberi argumen atau alasan terhadap suatu hal.
Pemaparan wacana tidak
terbatas apa yang diungkapkan, tetapi dapat pula ditemukan beberapa wacana,
wacana tersebut yakni:
1.
Wacana Dramatik
yaitu
wacana yang menyangkut penutur atau persona dan sedikit bagian naratif.[15]
Contoh: pentas drama
2.
Wacana Epistolari
yaitu
wacana yang biasanya digunakan dalam surat-menyurat, dengan sisten dan bentuk
tertentu. Wacana ini dimulai dengan alinea pembuka, isi, penutup.[16]
Contoh:
17 Juni 2013
Dengan hormat,
Melalui surat ini saya ingin memohon
bantuan Anda untuk menyelesaikan laporan penelitian sesuai dengan yang telah
kita rundingkan bersama pada rapat penelitian. Kami menunggu hasilnya dengan
harapan cepat selesai dan dapat diserahkan sebelum tempo akhir jatuh. Atas
bantuan dan perhatian Anda, Kami ucapkan terima kasih.
Hormat Saya,
Awwalina
3.
Wacana Seremonial
yaitu wacana yang berhubungan
dengan upacara adat yang berlaku di masyarakat bahasa.[17]
Wacana ini dapat berupa nasihat (pidato) pada upacara perkawinan, upacara kematian, upacara syukuran dsb.
Wacana ini biasanya di Indonesia dapat ditelusuri melalui bahasa daerah.
Contoh:
Rarepeh pameget istri Perhatikan laki-laki
dan perempuan
kuring rek ngawuruk puteri saya akan menasehati
putri
suganna jadi pamatri mudah-mudahan jadi
pengikat
kana manahna nyi putri terhadap hati nyi
putrid
………………………
1. Wacana ekspresif, yaitu apabila wacana itu bersumber pada
gagasan penutur atau penulis sebagai sarana ekspresif, seperti wacana pidato.
2. Wacana fatis, yaitu
apabila wacana itu bersumber pada saluran untuk memperlancar komunikasi,
seperti wacana perkenalan.
3. Wacana informasional, yaitu apabila wacana itu bersumber
pada pesan atau informasi, seperti wacana berita dalam media massa.
4. Wacana estetik, yaitu
apabila wacana itu bersumber pada pesan dengan tekanan keindahan pesan, seperti
wacana puisi dan lagu.
5. Wacana direktif, yaitu
apabila wacana itu diarahkan pada tindakan atau reaksi dari mitra tutur atau
pembaca, seperti wacana khotbah.
D. Ciri-ciri Wacana
Terdapat banyak ciri-ciri wacana adalah sebagai berikut:
1.
Satuan gramatikal
2.
Satuan terbesar, tertinggi, atau terlengkap
3.
Untaian kalimat-kalimat.
4.
Memiliki hubungan proposisi
5.
Memiliki hubungan kontinuitas, berkesinambungan
6.
Memiliki hubungan koherensi
7.
Memiliki hubungan kohesi
8.
Rekaman kebahasaan utuh dari peristiwa komunikasi
9.
Bisa transaksional juga interaksional
10. Medium bisa lisan maupun tulis
11. Sesuai dengan konteks
Syamsuddin (1992:5)
menjelaskan ciri dan sifat sebuah wacana sebagai berikut[19]:
1. Wacana dapat berupa rangkaian kalimat ujar
secara lisan dan tulis atau rangkaian tindak tutur
- Wacana mengungkap suatu hal (subjek)
- Penyajian teratur, sistematis, koheren, lengkap dengan semua situasi pendukungnya
- Memiliki satu kesatuan misi dalam rangkaian itu
- Dibentuk oleh unsur segmental dan nonsegmental
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Wacana adalah
2. Alat wacana
3. Jenis wacana
a. Berdasarkan Realitasnya, yakni:
1. Wacana verbal
2. Wacana nonverbal
b. Berdasarkan media komunikasi, yakni:
1. Wacana lisan
2. Wacana tulis
c. Berdasarkan pemaparannya, yakni:
1. Wacana naratif
2. Wacana prosedural
3. Wacana hortatori
4. Wacana ekspositori
5. Wacana deskriptif
6. Wacana argumentatif
7. Wacana dramatik
8. Wacana epistolari
9. Wacana seremonial
d. Berdasarkan fungsi bahasa, yakni:
1. Wacana ekspresif
2. Wacana fatis
3. Wacana informasional
4. Wacana direktif
4. Ciri-ciri wacana, meliputi:
e. Satuan gramatikal
f. Satuan terbesar, tertinggi, atau terlengkap
g. Untaian kalimat-kalimat.
h. Memiliki hubungan proposisi
i.
Memiliki hubungan kontinuitas, berkesinambungan
j.
Memiliki hubungan koherensi
k. Memiliki hubungan kohesi
l.
Rekaman kebahasaan utuh dari peristiwa komunikasi
m. Bisa transaksional juga interaksional
n. Medium bisa lisan maupun tulis
o. Sesuai dengan konteks
DAFTAR PUSTAKA
Verhaar. 1995. Pengentar
Linguistik. Yogyakarta:
Gadjah Mada University.
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik
Umum. Jakarta:
Rineka Cipta.
Syamsuddin A.R. 1992. Studi Wacana: Teori-Analisis Pengajaran.
Bandung: FPBS IKIP Bandung.
Djajasudarma,
Fatimah. 1994. WACANA Pemahaman dan Hubungan Antar Unsur. Bandung: PT
Refika Aditama.
Kushartanti,. 2008. Langkah Awal Memahami Linguistik.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
[1] Verhaar, Pengentar
Linguistik, (Yogyakarta: Gadjah Mada University, 1995), 104
[2] Abdul Chaer, Linguistik
Umum, (Jakarta: Rineka cipta,2003), h.267
[3] Syamsuddin A.R, Studi Wacana: Teori-Analisis Pengajaran,( Bandung: FPBS IKIP Bandung, 1992), h.5
[4] Fatimah Djajasudarma, WACANA Pemahaman dan Hubungan Antar Unsur (
Bandung: PT Refika Aditama, 1994),h. 4.
Comments (0)
Posting Komentar